+ -

Sunday, October 20, 2013

Diri ini, dan Kamu

Ketika aku berjalan sendiri, aku merasa menjadi “seseorang”. Merasa bebas, namun tidak sebebas jalan pikirku. Lakon yang selalu dituruti sehari-hari, seolah-olah sudah menjadi sebuah narasi dalam kehidupan. Takdir katanya telah tercipta, namun kita yang memilih. Lalu lakon ini apalah artinya? Hanya sebuah manuskrip yang telah direncanakan juga? Atau kita memang selalu menikmatin dalam bayang-bayang Tuhan?
Tidak perlulah kamu mendalaminya untuk mengerti "apa aku". Aku bukan manuskrip naskah kuno yang harus kamu terjemahkan tiap lakonku. Begini saja. Sangat simpel. Aku adalah satu titik. Ya, titik. Pertanda satu akhir. Tidak perlulah kau usik setiap lakonku yang mencengangkanmu. Yang terus memberimu bayang kebingungan, yang senantiasa jadi anomali di ceritamu, dan yang tetap jadi pengisi satu sekat di otakmu. 

Akulah sang titik. Yang padaku kau hentikan kalimatmu. Tempat kau cukupkan pencarian dan pemilihan katamu. Kau harus tenang. Aku bukan sebuah bayang. Aku nyata. Bahkan dalam mimpimu yang paling delusional pun. Aku, nyata. Jadi, tak usahlah kau sibuk mengusik otakmu. Mencari-cari pembenaran akan teorimu tentang aku. Tak perlu itu semua. Yang cukup kau lakukan, hanya menunggu, dan menikmati semua detik dan harimu. Ya, cukup kau nikmati saja. Semua akan ada. Karena semua nyata.
Bukan begitu, kamu yang ada di masa depanku?

Aku tidak akan kemana-mana. Duniaku ada di kamu. Di semua sekat dan organ di ragamu. Aku ada, dan akan terus ada. Nyata. Aku ada.
5 MIRZARIFKI'S: October 2013 Ketika aku berjalan sendiri, aku merasa menjadi “seseorang”. Merasa bebas, namun tidak sebebas jalan pikirku. Lakon yang selalu ditur...

self-?

Mengenal seseorang, dalam waktu singkat. Kemudian, beranggapan dia orang yang baik. Saya harus menghisap nafas dalam-dalam. Sangat dalam. Kemudian, membuangnya dengan suara "hah" yang besar. Entah kenapa, saya selalu merasa miris. Merasa marah sendiri. Hingga berujung pada satu tanya: "sebenarnya saya apa?"

Orang mengenal seseorang dalam waktu yang lama. Kemudian, beranggapan dan tetap beranggapan, dia orang yang baik. Saya terus menghisap nafas dalam-dalam. Lalu, membuangnya dengan keras. Entah, terasa sesak. Sangat sesak. Orang terlalu gampang memberikan atribut "baik" terhadap seseorang.

Seseorang dalam kadar tertentu, dan mungkin seluruh kadarnya, belum tentu orang "baik". Entah, ukuran apa yang orang gunakan dalam menentukan "baik" "buruk" seseorang. Aneh, seseorang padahal selalu berpenampilan dan berperilaku "buruk". Lalu kenapa, dalam sebuah kesan, baik dalam jangka watu singkat maupun lama, seseorang bisa dianggap baik.

Apa hanya sebuah lip service? Ada yang sekiranya sudah lama tersakiti dan dikecewakan masih menganggap seseorang itu baik. Ada yang terlalu sering dibohongi dan dipermainkan masih tetap merasa dan beranggapan seseorang itu yang terbaik. Ada yang, baru beberapa bulan saling mengenal, sudah berani beranggapan seseorang itu "baik". Atau ada yang salah dengan mata, logika, dan hati orang-orang. Seseorang yang "baik" selamanya akan "baik". Dan masih banyak seseorang yang "baik" dari lahir hingga mati. "Baik" tidak punya alat ukur. "Baik", sampai mati hanyalah atribut untuk sebuah kesan.

Hingga akhirnya, saya, berakhir dengan berpikir: "sebenarnya saya apa".
Ada yang salah dengan hati orang yang memang "baik".
5 MIRZARIFKI'S: October 2013 Mengenal seseorang, dalam waktu singkat. Kemudian, beranggapan dia orang yang baik. Saya harus menghisap nafas dalam-dalam. Sangat dalam. ...

Suatu malam di kota Malang

Ada ingatan yang hilang pagi setelahnya. Ada jurang antara memori yang satu dengan lainnya. Tiba-tiba saja sudah berada di kasur kos temanku. Dan tidak ada ingatan mengenai malam sebelumnya. Semuanya tampak kabur. Seperti musim dingin yang menutupi sebuah pohon kering. Aku merasa damai.

Ingatan adalah sebuah impuls yang mendorong untuk melakukan banyak hal. Ingatan adalah sebuah buku catatan panjang mengenai apa dan siapa seseorang. Ingatan adalah refleksi seseorang atas dirinya. Ingatan adalah sebuah kuasa absolut atas identitas diri. Dan aku percaya, ingatan membentuk sebuah identitas yang disematkan orang terhadap kita. Orang mengingat apa yang kita lakukan, kemudian menyematkan sebuah identitas berdasar dari ingatan mereka terhadap kita. Aku ada karena ingatan orang lain pun ingatanku sendiri.

Kami melepas semua bentuk ingatan dan membiarkannya hilang untuk beberapa saat. Menikmati kekosongan identitas atas diri sendiri. Menghilangkan semua bentuk omong kosong yang orang lain sematkan terhadap kami. Walau untuk beberapa saat. Kami melawan ingatan orang-orang. Kami melawan identitas kami sendiri. Dan malam terasa sangat sebentar.

Pagi setelahnya, ingatan itu hilang. Yang ku ingat hanya tawa yang berteriak di geladak langit Malang. Entah, apa saja yang terjadi malam itu. Aku mencoba mengingat-ingat kembali. Tapi toh, percuma. Ingatan malam itu sudah bebas, terbang menghilang ke langit Malang yang mendung.

Andai aku sebebas ingatanku.
5 MIRZARIFKI'S: October 2013 Ada ingatan yang hilang pagi setelahnya. Ada jurang antara memori yang satu dengan lainnya. Tiba-tiba saja sudah berada di kasur kos ...

Yang Udik dan Yang Pulang


(sedikit catatan lama)

Kepulangan kali ini bagi saya adalah kepulangan yang istimewa. Kepulangan kali ini adalah kepulangan kali pertama saya begitu menginginkannya. Tiap harinya saya melihat kalender dan menghitung-hitung kiranya berapa hari lagi saya bisa menginjakkan kaki di rumah yang saya rindu. Ibarat seorang anak nakal yang sedang minggat, kemudian tiba-tiba ia didera kerinduan yang dahsyat. Kerinduan akan omelan orang tua, akan makanan yang itu-itu saja, akan bau dapur yang menyengat, akan perintah dan larangan yang harus dipatuhinya.
Orang bilang mudik berarti kembali ke udik. Yang secara etimologi seharusnya berarti kembali ke ruang orang-orang udik. Kembali ke ruang dimana keudikan adalah sebuah jamak yang umum. Mungkin memang benar. Udik, diasosiasikan dengan keadaan seorang yang bersifat kampung, jika memakai standar kota. Namun jika memakai standar desa, mereka yang meng-udik adalah mereka yang kampung. Namun apakah itu sifat yang kampung? Kembali jika kita menggunakan standar kota, maka ia berarti sebuah sifat yang polos, yang belum tersentuh hal-hal kotor. Mungkin memang benar demikian. Namun, dalam standar desa, sifat kampung adalah sifat yang kota, yaitu sifat yang sudah terkotori. Yang tiada hal baik yang dibawanya. Sedikit banyak saya setuju dengan kedua standar tersebut. Saya besar dan tumbuh di desa (walaupun sekarang kota), dan sekarang saya sedang menempuh pendidikan di kota. Maka, sejatinya saya tetap udik tanpa harus mudik. Sifat udik, jika diambil jalan tengah dari kedua standar tersebut adalah sifat baik dan buruk seseorang. Entah ia dari desa atau kota. Sama saja. Tiada beda barang sehelai. Sama-sama memiliki baik dan buruk.
Desa maupun kota sama saja, sama-sama produk budaya manusia. Ketika manusia pertama kali menyadari insting sosialnya, mereka mulai berkumpul. Kemudian setelah berkumpul mereka mulai menetap. Desa mapun kota, sama saja, sama-sama  tempat menetap. Keduanya sama-sama memiliki fungsi sebagai tempat bernaung. Kalau begitu untuk apa sebenarnya seseorang mudik? Desa dan kota memang berfungsi sebagai tempat menetap, namun para penetap tersebut juga memiliki sebuah daya butuh untuk berkunjung. Dalam rangka apa? Dalam rangka perayaan akan hidup. Manusia hidup, adalah manusia yang sekedar mampir dan berkunjung. Sebuah pepatah jawa berujar urip iki mung mampir ngombe. Hidup hanyalah persinggahan untuk minum. Untuk bertamu. Untuk berkunjung. Jika demikian, apa yang dihampiri dan dikunjungi para pemudik? Kenangan. Pemudik mengunjungi rekam dirinya semasa kanak-kanak, semasa remaja, semasa wajah orang tuanya lebih muda, semasa rumahnya masih sederhana, semasa dirinya masih mengenakan celana pendek, kaos kusam, dan telanjang kaki bermain bola sepak di halaman tanah yang kosong, serta mungkin saudara dan teman yang wajahnya menjadi lebih muda daripada di foto profilnya di sekian banyak media sosial. Kemanapun mereka berkunjung dan mampir, mereka mengunjungi sebuah rekam kenangan atapun mencipta rekam kenangan yang baru.
Di desa mapun di kota. Tradisi berkunjung adalah hal yang biasa. Bukan hal yang aneh jika seorang teman mengunjungi saya, atau mungkin saya berkunjung ke rumah anda. Dimanapun tempat saya, baik di desa mapun di kota. Maka, kemanapun seseorang berkunjung, ia sedang mudik dan meng-udik. Ia sedang mengunjungi sifat baik-buruk dirinya dan yang dikunjunginya.   
Lebaran, adalah sebuah perayaan yang merayakan ke-udikan manusia. Merayakan keberadaan tak-sempurnanya manusia. Fitrah, bagi saya bukanlah kekosongan, bukanlah kondisi suci seperti yang diiklankan banyak produk makanan dan kosmetik, namun dua ruang yang sedari awal sudah memiliki nama: “baik” dan “buruk”. Suci adalah ke-udikan itu sendiri. Suci bukanlah hanya bersih, ia juga kotor. Karena ketika mengasosiasikan kata “suci” dengan “manusia” maka selayaknyalah dua hal yang berlawanan tersebut sebagai interpretasi maknanya. Kembali ke udik atau ke fitrah adalah sebuah usaha kontemplasi untuk mengakui diri bukanlah sebuah cipta tuhan yang sempurna. Untuk mengakui kelemahan yang selama ini ditutupi dengan sekian macam bentuk kelebihan. Untuk mengakui kelemahan tersebut dibutuhkan usaha yang tak jarang harus betaruh nyawa. Jika anda tidak percaya, silahkan hitung jumlah pemudik yang meninggal dalam perjalanan mudiknya. Kontemplasi atau perenungan diri adalah usaha yang memakan biaya yang mahal, termasuk nyawa di dalamya.
Maka, mudik adalah sebuah usaha menuju pemahaman akan ke-udikan seseorang. Manusia melakukan sekian perjalan dalam hidupnya hanya untuk memahami dirinya sendiri. Untuk menemukan tujuan dari keberadaanya. Mudik, adalah tanggung jawab bersama untuk bisa memahami sesama.

Baru satu minggu ini saya berada di rumah. Orang tua saya masih tetap sering mengomel, kaka saya masih tetap cerewet, teman-teman saya sudah banyak yang menikah, dan seorang teman saya masih saja sering meminjam uang ke teman-teman dekatnya sewaktu kecil
Mau mudik tidak mudik, toh kita tetap meng-udik. Jadi, apa yang harus diributkan?
5 MIRZARIFKI'S: October 2013 (sedikit catatan lama) Kepulangan kali ini bagi saya adalah kepulangan yang istimewa. Kepulangan kali ini adalah kepulangan kali perta...

I need something new!!

Sudah lama rasanya tak berkicau di blog sendiri.  What should I write? Hmmm...  I’ve been thinking a lot about… life?

Beberapa minggu ini gue merasa kosong, bahkan semangat pun bisa dibilang ga ada. Gue butuh penyemangat, butuh motivasi, butuh penyegar dalam hidup. Atau... mungkin butuh sesuatu untuk mengakhiri? Maybe! So ya.. I’m just gonna try to scratch a new page from a total blank one.

Mungkin bisa dibilang gue sudah sampai dalam titik jenuh yang luar biasa. Bahkan soal traveling, filsafat, atau pun musik yang bisa bikin gue gila dalam ruang lingkup tersebut ga ada semangat juga. 3 hal itu bagaikan candu dalam hidup gue sendiri.
But I’ve been acting stupid and weird. Been like that for few days. Until today.

I need something new. No, I need to do something new. Sesuatu yang bisa bikin gue tergila-gila. Sesuatu yang ketika gue bangun pagi, gue semangat karena akan ngelakuin sesuatu ini.
Apa ya?

5 MIRZARIFKI'S: October 2013 Sudah lama rasanya tak berkicau di blog sendiri.   What should I write? Hmmm...   I’ve been thinking a lot about… life? Beberapa ...
< >