Jika kita
melihat pemandangan negeri untuk saat ini. Maka kita seringkali di bayang-bayangi
tentang permasalahan di dalam instansi pemerintahan. Banyak narasi sejarah saat
ini yang membawa kita semakin dekat kepada suatu kebenaran historis. Saya bukan
bicara tentang pemerintahan yang gagal, atau pun tentang ‘keluarga pemerintah’.
tapi disini saya berbicara tentang kebenaran historis permasalahan masa lalu yang
akhirnya terungkap. terutama jika narasi-narasi itu bicara mengenai masa lalu
yang gelap, atau mengenai ingatan yang dipandang memalukan hingga harus
dibungkam, diabaikan, bahkan dilupakan, termasuk dengan cara membohongi diri
sendiri. Atau kita memang suka melupakan tentang permasalahan? Sampai-sampai
kita sering membuungkam diri kita sendiri. Beberapa tahun ini saya sering
melihat hastag #menolaklupa.
Awalnya memang
saya tidak terlalu tahu tentang hastag ini. Saya sadar manusia itu penuh dengan
rasa keingintahuan. Setelah melihat hastag tersebut, topiknya membahas “jangan
pernah melupakan”. Contoh kasus yang sering di angkat adalah kasus munir. lalu
saya berpikir “apakah kita memang sudah menjadi makanan sehari-hari dalam
melupakan suatu permasalahan yang belum selesai? Atau kita belum juga kenyang?”
teringat sosok gie yang benar-benar dibutuhkan dalam keadaan saat ini. Saya bukan
orang organisasi mahasiswa, saya hanya mahasiswa biasa yang berbicara melihat
keadaan sekitar lewat tulisan. Saya terlalu muak dengan keadaan saat ini. Saya butuh
mengeluarkan aspirasi saya.
Jika kita
membahas hal ini, maka saya akan berangkat dahulu melalui pemikiran yang selalu
diturunkan oleh orang-orang dahulu. Tidak lepas dari pandangan ilmu
pengetahuan, maka sebenarnya kita ini masih dari ciptaan order baru. Mengapa? Kita
akan melihat pemikiran-pemikiran orangtua kita. Mereka selalu menginginkan
kita, bahkan dipaksa agar masuk ke jurusan IPA ketika di SMA. Lalu apa
hubungannya? Di jaman order baru orang ‘digenjot’ agar masuk jurusan IPA. Mereka
takut ada saingan, bahkan kecaman jika rakyat mempelajari tentang politik. Lagi,
dan lagi kita masih saja selalu mengikuti hal tersebut. Mungkin ini lah kenapa
ada hastag tersebut. Kita terlalu sering lupa-lupa. Sampai-sampai hal politik
saja kita acuh. Bahkan memandang ‘jijik’ terhadap hal ini. Terlalu miris jika
kita melihat keadaan saat ini.
Kawan, tiap
zaman akan meminta sebuah tumbal untuk perubahannya. Zaman yang akan hadir kali
ini meminta kita sebagai tumbalnya. Bukankah kita hanyalah “air mata” dari
“mata” yang berada di zaman setelah kita? Sepatutnyalah kita sebagaimana halnya
tumbal melakukan tugasnya dan berfungsi sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment